ODCNews.net
SULUT – Hari ini Masyarakat Muslim Jawa Tondano (Jaton) di Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) merayakan Hari Raya Ketupat atau Bahasa jawanya Bakda Ketupat namun masyarakat Jaton menyebut nya Ba’ado Ketupat’ seperti apa sejarah Ba’ado Ketupat.
Secara umum masyarakat Jaton mengenal dua kali lebaran yakni Idul Fitri dan lebaran ketupat.
Jika Idul Fitri diperingati pada 1 Syawal setiap tahun, maka lebaran ketupat akan diperingati pada 8 syawal atau sepekan setelah Idul Fitri.
Budaya Lebaran ketupat (Baado Ketupat) merupakan budaya yang di tinggalkam para Leluhur orang Jaton yakni Pejuang Mbah Kyai Maja Bersama Penggikutnya yang berasal dari tanah jawa yang di asingkan ke tanah Minahasa oleh penjajah Belanda karena di anggap berbahaya selalu melawan Penjajah atas kezoliman dan ketidak adilan pada zaman tersebut.
Seperti diketahui Ketupat sendiri merupakan makanan bukusan daun kelapa muda atau janur yang di ragakai berbagai macam model dan ukuran dan isinya berupa beras ketan.
Beberapa daerah di Jawa, masa lebaran ketupat adalah masa untuk kembali berkumpul bersama keluarga, menyambangi sanak saudara di tempat-tempat jauh, atau menggelar pasar dan melaksanakan hajat.
Meski kerap disebut lebaran ketupat, tidak semua daerah menghadirkan ketupat sebagai makanan khas. Di Pekalongan Jawa Tengah misalnya, lebaran ketupat dimeriahkan dengan lupis sebagai makanan khas.
Kendati demikian, lebih banyak daerah yang mempertahankan tradisi berkumpul sambil makan ketupat bersama-sama.
Jika ditilik dari sejarahnya, beberapa sumber menyebutkan tradisi lebaran ketupat sudah ada di Jawa sejak masa Wali Songo. Sunan Kalijaga, salah satu bagian dari Wali Songo saat menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa memperkenalkan dua kali lebaran yakni Idul Fitri dan Bakda Kutupat.
Sunan Kalijaga saat itu membawa ajaran puasa enam hari di bulan syawal yang memang diajarkan untuk umat muslim. Hadis Imam Muslim menyebutkan bahwa Rasulullah Muhammad SAW bersabda barangsiapa yang berpuasa Ramadan kemudian melanjutkan enam hari di bulan Syawal maka baginya pahal puasa selama setahun penuh.
Atas dasar itulah, Sunan Kalijaga memperkenalkan puasa syawal mulai tanggal 2-7 syawal atau selama enam hari berturut-turut. Kemudian pada 8 Syawal orang-orang kembali merayakan lebaran yang disebut sebagai lebaran ketupat.
Ketupat atau dalam bahasa Jawa disebut kupat mengandung filosofi ngaku lepat atau mengakui kesalahan. Prosesi ngaku lepat umumnya diwujudkan dengan tradisi sungkeman, yaitu seorang anak bersimpuh dan memohon maaf di hadapan orang tuanya.
Dengan begitu, kita diajak untuk memahami arti pentingnya menghormati orang tua, tidak angkuh dan tidak sombong kepada mereka serta senantiasa mengharap ridho dan bimbinganya. Ini merupakan sebuah bukti cinta dan kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya begitupun orang tua kepada anaknya.
Saat ini beberpada wilayah di Sulut sudah mulai menjalankan tradisi lebaran ketupat, semoga hakikat lebaran tersebut tidak salah artikan (Iduy/*)